Thursday 19 March 2020

MATERI PAI KELAS XI PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI ISLAM

PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI ISLAM

A.     Pengertian Mu’āmalah
Mu’āmalah dalam kamus Bahasa Indonesia artinya hal-hal yang termasuk urusan kemasyarakatan (pergaulan, perdata, dsb). Sementara dalam fiqh Islam berarti tukarmenukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditempuhnya, seperti jual-beli, sewamenyewa, upah-mengupah, pinjammeminjam,
urusan bercocok tanam, berserikat, dan usaha lainnya.
Dalam melakukan transaksi ekonomi, Islam melarang :
1. Tidak boleh mempergunakan cara-cara yang batil.
2. Tidak boleh melakukan kegiatan riba.
3. Tidak boleh dengan cara-cara ẓāl³m (aniaya).
     4. Tidak boleh mempermainkan takaran, timbangan, kualitas, dan kehalalan.
5. Tidak boleh dengan cara-cara spekulasi/berjudi.
6. Tidak boleh melakukan transaksi jual-beli barang haram.
B.     Macam-Macam Mu’āmalah
1.      Jual-Beli
Jual-beli menurut syariat agama ialah kesepakatan tukar-menukar benda untuk memiliki benda tersebut selamanya.
a. Syarat-Syarat Jual-Beli
1) Penjual dan pembelinya haruslah:
a) ballig,
b) berakal sehat,
c) atas kehendak sendiri.
2) Uang dan barangnya haruslah:
a) halal dan suci.
b) bermanfaat.
c) Keadaan barang dapat diserahterimakan
d) Keadaan barang diketahui oleh penjual dan pembeli.
e) Milik sendiri

3) Ijab Qobul

Seperti pernyataan penjual, “Saya jual barang ini dengan harga sekian.” Pembeli menjawab, “Baiklah saya beli.” Dengan demikian, berarti jual-beli itu berlangsung suka sama suka.

b. Khiyār

1)      Pengertian Khiyār
Khiyār adalah bebas memutuskan antara meneruskan jual-beli atau membatalkannya.
2)      Macam-Macam Khiyār
a.       Khiyār Majelis, adalah selama penjual dan pembeli masih berada di tempat berlangsungnya transaksi/tawar-menawar, keduanya berhak memutuskan meneruskan atau membatalkan jual-beli.
b.      Khiyār Syarat, adalah khiyar yang dijadikan syarat dalam jual-beli.
c.       Khiyār Aibi (cacat), adalah pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya jika terdapat cacat yang dapat mengurangi kualitas atau nilai barang tersebut, namun hendaknya dilakukan sesegera mungkin.
c.       Ribā
         1)      Pengertian Ribā
Ribā adalah bunga uang atau nilai lebih atas penukaran barang. Hal ini seringterjadi dalam pertukaran bahan makanan, perak, emas, dan pinjam-meminjam. Ribā, apa pun bentuknya, dalam syariat Islam hukumnya haram.
Guna menghindari riba, apabila mengadakan jual-beli barang sejenis seperti emas dengan emas atau perak dengan perak ditetapkan syarat:
a) sama timbangan ukurannya; atau
b) dilakukan serah terima saat itu juga,
c) secara tunai.
2) Macam-Macam Ribā
a.       Ribā Faḍli, adalah pertukaran barang sejenis yang tidak sama timbangannya
b.      Ribā Qorḍi, adalah pinjam meminjam dengan syarat harus memberi kelebihan saat mengembalikannya.
c.       Ribā Yādi, adalah akad jual-beli barang sejenis dan sama timbangannya, namun penjual dan pembeli berpisah sebelum melakukan serah terima.
d.       Ribā Nas³’ah, adalah akad jual-beli dengan penyerahan barang beberapa waktu kemudian.

2.      Utang-piutang
a. Pengertian Utang-piutang
Utang-piutang adalah menyerahkan harta dan benda kepada seseorang dengan catatan akan dikembalikan pada waktu kemudian.
b. Rukun Utang-piutang
1) yang berpiutang dan yang berutang
2) ada harta atau barang
3) Lafadz kesepakatan
3.      Sewa-menyewa
a. Pengertian Sewa-menyewa
Sewa-menyewa dalam fiqh Islam disebut ijārah, artinya imbalan yang harus diterima oleh seseorang atas jasa yang diberikannya. Jasa di sini berupa penyediaan tenaga dan pikiran, tempat tinggal, atau hewan.
b. Syarat dan Rukun Sewa-menyewa
1.      Yang menyewakan dan yang menyewa haruslah telah ballig dan berakal sehat.
2.      Sewa-menyewa dilangsungkan atas kemauan masing-masing, bukan karena dipaksa.
3.      Barang tersebut menjadi hak sepenuhnya orang yang menyewakan, atau walinya.
4.      Ditentukan barangnya serta keadaan dan sifat-sifatnya.
5.      Manfaat yang akan diambil dari barang tersebut harus diketahui secara jelas oleh kedua belah pihak.
6.      Berapa lama memanfaatkan barang tersebut harus disebutkan dengan jelas.
7.      Harga sewa dan cara pembayarannya juga harus ditentukan dengan jelas serta disepakati bersama.
    


Dalam hal sewa-menyewa atau kontrak tenaga kerja, haruslah diketahui secara jelas dan disepakati bersama sebelumnya hal-hal berikut.
1) Jenis pekerjaan dan jam kerjanya.
2) Berapa lama masa kerja.
3) Berapa gaji dan bagaimana sistem pembayarannya
4) Tunjangan-tunjangan seperti transpor, kesehatan, dan lain-lain, kalau ada.
C.     Syirkah
Secara bahasa, kata syirkah (perseroan) berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak dapat lagi dibedakan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Menurut istilah, syirkah adalah suatu akad yang dilakukan oleh dua
pihak atau lebih yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.
        a.      Rukun dan Syarat Syirkah
1) Dua belah pihak yang berakad (‘aqidani). Syarat orang yang melakukan akad adalah harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan taṡarruf (pengelolaan harta).
2) Objek akad yang disebut juga ma’qud ‘alaihi mencakup pekerjaan atau modal.
3) Akad atau yang disebut juga dengan istilah ṡigat. Adapun syarat sah akad harus berupa taṡarruf, yaitu adanya aktivitas pengelolaan.
      b.      Macam-Macam Syirkah
                1)      Syirkah Inan
Syirkah ‘inān adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing- masing memberi kontribusi kerja (amal) dan modal (mal). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil sunah dan ijma’ sahabat.
                 2)      Syirkah Abdan
Syirkah ‘abdān adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan kontribusi kerja (amal), tanpa kontribusi modal (amal). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti penulis naskah) ataupun kerja fisik (seperti tukang batu). Syirkah ini juga disebut syirkah ‘amal.

                   3)      Syirkah Wujuh

Syirkah wujūh adalah kerja sama karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujūh adalah syirkah antara dua pihak yang sama-sama memberikan kontribusi kerja (amal) dengan pihak ketiga yang memberikan konstribusi modal (mal).
           4)      Syirkah Mufawadah
Syirkah mufāwaḍah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas. Syirkah mufāwaḍah dalam pengertian ini boleh dipraktikkan. Sebab setiap jenis syirkah yang sah berarti boleh digabungkan menjadi satu. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya, yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal jika berupa syirkah ‘inān, atau ditanggung pemodal saja jika berupa mufāwaḍah, atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang dagangan yang
dimiliki jika berupa syirkah wujūh.
            5)      Mudarabah
Muḍārabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan semua modal (ṡāhibul māl), pihak lainnya menjadi pengelola atau pengusaha (muḍarrib)
            6) Musāqah, Muzāra’ah, dan Mukhābarah
a)      Musāqah
Musāqah adalah kerja sama antara pemilik kebun dan petani di mana sang pemilik kebun menyerahkan kepada petani agar dipelihara dan hasil panennya nanti akan dibagi dua menurut persentase yang ditentukan pada waktu akad.
b)      Muzāra’ah dan Mukhābarah
Muzāra’ah adalah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap di mana benih tanamannya berasal dari petani.

mukhābarah ialah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap di mana benih tanamannya berasal dari pemilik lahan.

Muzāra’ah dan mukhābarah merupakan bentuk kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap yang sudah dikenal sejak masa Rasulullah saw.

No comments:

Post a Comment